BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 15 Mei 2009

Raja Ampat


Kepulauan Raja Ampat
Pusat Segitiga Karang

Kepulauan Raja Ampat yang terletak di bagian barat-laut Propinsi Papua memiliki luas areal daratan dan laut sekitar 9,8 juta acre. Melihat posisinya di kawasan segitiga terumbu karang, yang tepat pada pusat keragaman terumbu karang dunia, maka laut di Kepulauan Raja Ampat diindikasikan sebagai kawasan yang paling kaya keragaman hayatinya di dunia.

Kumpulan terumbu karang yang luas dan kaya ini membuktikkan bahwa terumbu karang di kepulauan ini mampu bertahan terhadap ancaman-ancaman seperti pemutihan karang dan penyakit, dua jenis ancaman yang kini sangat membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang di seluruh dunia. Kuatnya arus samudra di Raja Ampat memegang peran penting dalam menyebarkan larva karang dan ikan melewati samudra Hindia dan Pasifik ke ekosistem karang lainnya. Kemampuan tersebut didukung oleh keragaman dan tingkat ketahanannya menjadikan kawasan ini prioritas utama untuk dilindungi.

Penelitian Membuktikan Keragaman Hayati Tertinggi di Dunia

Pada tahun 2002, The Nature Conservancy (TNC) dan para mitra lainnya mengadakan suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh data dan informasi tentang ekosistem laut, daerah bakau dan hutan Kepulauan Raja Ampat. Survei ini menunjukkan bahwa terdapat sejumlah 537 jenis karang, yang sungguh menakjubkan karena mewakili sekitar 75% jenis karang yang ada di dunia. Ditemukan pula 828 jenis ikan dan diperkirakan jumlah keseluruhan jenis ikan di daerah ini 1.074. Di darat, penelitian ini menemukan berbagai tumbuhan hutan, tumbuhan endemik dan jarang, tumbuhan di batuan kapur serta pantai peneluran ribuan penyu.

Kegiatan manusia di kepulauan ini belum memperlihatkan dampak negatif yang berarti dibandingkan dengan kawasan terumbu karang di tempat lainnya di Indonesia, namun ancaman-ancaman karena praktek-praktek yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom, racun (sianida), pengambilan telur penyu dan penebangan hutan yang tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian diperkirakan akan mengganggu keutuhan ekosistem yang ada. Pemerintah Indonesia baru saja menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai kabupaten baru yang mandiri, yang merupakan kesempatan besar bagi masyarakat setempat untuk mengelola sumberdaya alam Raja Ampat untuk masa depan kehidupan mereka. Pemerintahan baru ini juga menawarkan peluang untuk turut mempertimbangkan aspek pelestarian alam dalam perencanaan tata ruang kabupaten baru.

Memastikan Kegiatan Pelestarian dengan Kemitraan

Menanggapi tawaran dan sekaligus untuk membantu pemerintah daerah, maka TNC meluncurkan suatu program kerja yang bertujuan untuk melindungi Kepulauan Raja Ampat yang dilakukan bersama pemerintah dan masyarakat Raja Ampat. Program ini bertujuan: 1) menyumbangkan suatu rencana kegiatan konservasi menyeluruh untuk melindungi terumbu karang dan hutan Kepulauan Raja Ampat; 2)membantu menyelaraskan pengelolaan kawasan perlindungan laut ke dalam perencanaan dan kebijakan pembangunan jangka panjang; serta, 3) mengembangkan suatu jaringan kawasan perlindungan laut.

Tujuan akhir kehadiran TNC di Raja Ampat adalah melindungi kekayaan terumbu karang Kepulauan Raja Ampat yang sekaligus diharapkan akan menjamin kehidupan masyarakat lokal.

Raja Ampat tersusun atas empat pulau besar, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool serta ratusan pulau kecil. Kepulauan ini merupakan bagian dari bentangan laut daerah Kepala Burung yang termasuk pula kawasan Teluk Cenderawasih, yaitu taman nasional laut terbesar di Indonesia.

Sumber: www.rajaampat.org

Minggu, 29 Maret 2009

Taman Laut Bunaken


Bunaken adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² di Teluk Manado, yang terletak di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pulau Bunaken dapat di tempuh dengan Speed boat atau kapal sewaan dengan perjalanan sekitar 30 menit dari pelabuhan kota Manado. Di sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kelautan Manado Tua. Taman laut ini memiliki biodiversitas kelautan salah satu yang tertinggi di dunia. Selam scuba menarik banyak pengunjung ke pulau ini. Secara keseluruhan taman laut Bunaken meliputi area seluas 75.265 hektar dengan lima pulau yang berada di dalamnya, yakni Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Mantehage berikut beberapa anak pulaunya, dan Pulau Naen. Meskipun meliputi area 75.265 hektar, lokasi penyelaman (diving) hanya terbatas di masing-masing pantai yang mengelilingi kelima pulau itu.

Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut.

Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut. Di wilayah inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken.
Sumber: www.id.wikipedia.org

Taman Nasional Ujung Kulon


Taman Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.

Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820.

Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya langka seperti; merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia serrata)dan berbagai macam jenis anggrek.

Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain badak Jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas).

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik, dengan keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung Raksa Pulau Panaitan). Kesemuanya merupakan pesona alam yang sangat menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan di tempat lain.


Jenis-jenis ikan yang menarik di Taman Nasional Ujung Kulon baik yang hidup di perairan laut maupun sungai antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik yaitu ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak memangsanya (serangga kecil) yang berada di i daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan air.
Taman Nasional Ujung Kulon bersama Cagar Alam Krakatau merupakan asset nasional, dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Situs Warisan Alam Dunia, UNESCO telah memberikan dukungan pendanaan dan bantuan teknis.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional yaitu suku Banten yang terkenal dengan kesenian debusnya. Masyarakat tersebut pengikut agama Islam, namun mereka masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang mereka.

Di dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan bagi kepentingan kepercayaan spiritual. Tempat yang paling terkenal sebagai tujuan ziarah adalah gua Sanghiang Sirah, yang terletak di ujung Barat semenanjung Ujung Kulon.
Sumber: www.dephut.go.id

Kerusakan Lingkungan Bali

DENPASAR, KAMIS - Kerusakan lingkungan hidup di Pulau Dewata semakin meluas selama 10 tahun terakhir seperti abrasi mencapai 20 persen dari total panjang pantai, lahan kritis mencapai lebih dari 55.000 hektar, hingga naiknya suhu udara mencapai 33 derajat celsius. Penyebab kerusakan ini diperkirakan antara lain dampak dari pembangunan pariwisata sejak 1970-an yang kian tak terkontrol sampai sekarang di seluruh wilayah Bali.

Karenanya, Pemerintah Provinsi Bali didesak segera menyusun aksi mencegah kerusakan tidak semakin parah. Selain itu, aksi ini juga diharapkan mampu menghadapi percepatan perubahan iklim secara menyeluruh.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Gede Putu Wardana mengatakan, di Denpasar, Kamis (18/12), membenarkan adanya kerusakan tersebut dan tengah menyusun bersama beberapa agenda penanganan keterancaman lingkungan di Bali. Rencana jangka panjang akan segera disusun dan dilaksanakan mulai 2009 hingga 2050.

"Untuk jangka pendeknya kami laksanakan mulai 2009 hingga 2014 antara lain reboisasi hutan, penanganan abrasi pantai, penghijuan kota untuk daerah resapan air. Ini juga melibatkan b eberapa bidang, yakni bidang kehutanan dan pertanian, bidang infrastruktur, bidang perindustrian, serta bidang perhubungan," kata Wardana.

Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Bali-Penida Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, suhu udara di Bali pada bulan November 2008 mencapai 32-33 derajat celcius. Sebelumnya suhu udara tercatat rata-rata berkisar 28-30 derajat celcius. Sementara tinggi permukaan air laut juga mengalami kenaikan permukaan air laut hingga 50 sentimeter dan hampir di semua pantai di Bali.

Sejumlah contoh kerusakan lainnya adalah tererosinya panjang pantai pada 1987 tercatat 51.950 kilometer. Hingga akhira 2008 ini balai mencatat penambahan erosi mencapai 91.070 kilometer atau 20 persen dari total panjang pantai di Bali 436.500 kilometer. Begitu juga intrusi air laut di sejumlah kawasan wisata sudah mencapai lebih dari lebih dari enam meter dari pantai ke darat.

Made Iwan Dewantama, aktivis Conservation International Indonesia menilai penyusunan rencana terjadwal guna mencegah kerusakan yang semakin parah ini relatif terlambat. "Karena dalam konstelasi nasional dan internasional paska UNFCCC di Bali, sudah ada banyak pertemuan yang menindaklanjuti. Di Bali justru baru sekarang dibahas lagi. Ini menunjukkan, selama setahun ini Bali tidak melakukan apa-apa," ujar nya.
Sumber: KOMPAS

Kerusakan Laut

JAKARTA, SENIN - Tim Ekspedisi Garis Depan Nusantara tengah menjelajahi pulau-pulau terluar yang termasuk dalam Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu yang disinggahi adalah Pulua Mapur.

Di pulau kecil yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bintan ini, tim ekspedisi terkejut tatkala melihat kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan. Tingkat kerusakan terumbu karang di pulau Mapur sudah sangat parah. Dasar laut di sekitar pulau ini hanya tersisa kepingan kepingan terumbu karang yang hancur.

Penggunaan bom ikan oleh nelayan dengan intensitas yang tinggi merupakan penyebabnya. Selain itu, kondisi ini diperparah dengan penggunaan portas (potasium ) dalam menangkap ikan.

"Penggunaan bom ikan dilakukan oleh nelayan Mapur dan sekitar pulau ini," Ujar Jimi Siska, Ketua Tim Kodal I, melalui telepon. Daerah perairan pulau Mapur kaya akan sumberdaya laut, terutama ikan. Tak heran jika banyak nelayan yang datang ke wilayah perairan ini. Namun patut disayangkan, nelayan menangkap ikan dengan menggunakan bom dan potas.

Kesadaran akan fungsi terumbu karang sangat rendah diantara nelayan. Padahal, Penggunaan bom ikan dan portas sebenarnya mengurangi pendapatan mereka sendiri dan mengundang bencana ke wilayah mereka.

Terumbu karang mempunyai fungsi sebagai tempat berkembang biak ikan. Jika terumbu karang terpelihara dengan baik, dipastikan ketersediaan pasokan ikan akan melimpah. Selain itu, terumbu karang mempunyai fungsi sebagai penahan abrasi laut.

Dalam perjalanan kali ini Tim Ekspedisi singgah sehari di pulau Mapur sebelum melanjutkan perjalanan ekspedisi mendata pulau-pulau terluar di Kepulauan Anambas. Tim Ekspedisi Kodal (Komando Pengendali) Satu mendata desa terakhir menuju pulau Sentut. Pemasangan prasasti pulau Sentut akan dilakukan Tim Kapal. Letak pulau Mapur berdekatan dengan Tanjung Pinang, tempat posko sementara selama menuntaskan misi ekspedisi di Kepulauan Natuna.

Kepulauan Anambas terdiri dari empat pulau. Pulau Mubur, pulau Tarempa, pulau Matak, dan pulau Remaja termasuk kedalam wilayah Kepulauan ini. Tim Ekspedisi akan berada di pulau ini selama tiga hari untuk melakukan pendataan masyarakat di Kepulauan Anambas.


Sumber : www.garisdepannusantara.org

Manusia Serakah,Harimau Pun Marah

KOMPAS.com - Dua bulan terakhir adalah masa yang menegangkan bagi warga Desa Muara Medak, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, dan warga Desa Sungai Gelam, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Serangan harimau telah menewaskan sembilan orang di hutan dekat desa mereka. Rentetan peristiwa mengerikan yang tak pernah mereka alami sebelumnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Tamat (40) pun mulai menghidupkan genset untuk penerangan rumahnya. Anak dan istrinya berada di dekatnya, bersiap-siap menutup pintu. Sejumlah tetangga juga berkumpul di situ.

Sejak dua bulan terakhir, saat petang tiba, mereka menghentikan aktivitas di luar rumah. Mereka menyalakan lampu dan menutup pintu rapat-rapat.

Semuanya itu terpaksa mereka lakukan sejak sembilan orang ditemukan tewas akibat serangan harimau di hutan dekat desa mereka. Mereka khawatir Si Raja Hutan keluar dari sarangnya yang sudah tercabik-cabik oleh tangan pembalak. ”Kami sendiri sebenarnya belum pernah melihat harimau itu. Kenyataannya, sudah ada yang mati karena terkaman. Dan, semuanya terjadi pada malam hari. Kami takut,” ujar Guntur (35), warga Desa Muara Medak.

Bila petang tiba, Desa Muara Medak terlihat seperti desa mati. Tak ada warga yang berani keluar rumah untuk bermain kartu domino bersama, misalnya.

Dari 50 keluarga yang pernah tinggal di desa tersebut, kini tinggal 20 keluarga. Yang lain mengungsi ke desa yang jauh dari hutan.

Pekerja kebun kelapa sawit dan karet yang biasanya pulang hingga larut malam kini sebagian besar memilih ikut mengungsi. Sesekali terlihat pembalak kayu yang nekat mengambil kayu.

Dari sembilan kasus terkaman harimau terhadap manusia, lima terjadi di hutan yang masuk wilayah Desa Muara Medak. Sisanya, dua kasus di Desa Sungai Gelam dan hutan dekat Kungpe Hilir, Muaro Jambi. Hutan tersebut berada di satu kawasan dan membentang seluas lebih dari 100.000 hektar di perbatasan Sumsel-Jambi.

Konflik harimau versus manusia juga terjadi di Nagari Durian Tinggi, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Tertangkapnya Syarfuddin (53) oleh aparat dari Markas Kepolisian Sektor Kapur IX, akhir Februari 2009, saat hendak menjual kulit dan tulang belulang harimau yang tewas diracuninya di hutan kepada pedagang, menguak fakta bahwa kerusakan hutan di Sumatera begitu luas cakupannya.

Berdasarkan laporan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera yang dikeluarkan Departemen Kehutanan tahun 2007, mengutip data ekspor ilegal tulang harimau sumatera, jumlahnya mencapai 3.994 kilogram ke Korea Selatan pada kurun 1970-1993.

Di Desa Sungai Gelam, Jambi, selain hutan yang membentang, juga ada 42 sumur minyak dan sejumlah lapangan gas yang dikelola Pertamina. Tak salah bila desa itu disebut daerah kaya sumber daya alam.

Namun, kekayaannya tak berimbas pada kesejahteraan warga setempat. Penduduk desa itu umumnya tetap miskin dan terisolasi. Belum semua jalan beraspal, banyak sekali rumah tak beraliran listrik. Kondisi kian mengenaskan sejak jatuhnya harga sawit.

Kekayaan alam di desa itu dinikmati pengusaha, tauke, aparat, dan pembalak dari luar desa.

Sebagian besar warga yang tinggal di desa-desa tersebut adalah pendatang, khususnya transmigran dari Jawa Timur. Mereka datang dalam kurun 1990-2001. Umumnya mereka bekerja di perkebunan kelapa sawit dan karet milik perusahaan swasta. Ada pula warga yang mengolah lahan sendiri.

Desa-desa tersebut juga sering didatangi pencari kayu hutan atau pembuka lahan sawit dari luar daerah, seperti Jambi dan Palembang. Mereka bekerja secara perorangan. Ada pula yang bekerja untuk tauke. Ada yang tinggal di pinggir hutan dengan rumah bedeng, ada yang menumpang di rumah warga.

Jumlah mereka kian banyak sejak enam bulan lalu seiring dengan masuknya sebuah perseroan terbatas (PT) kayu lapis ke hutan.

Suryanto (46), tokoh Desa Sungai Medak, mengungkapkan, tiap hari sekitar 100 truk masuk keluar hutan untuk mengangkut kayu. Sebagian besar truk-truk itu terkait dengan PT tersebut.

Aktivitas PT tersebut mengundang pembalak liar ikut menjarah hutan. Mereka membabat lahan hutan konservasi di luar hutan tanaman industri yang dibabat PT tersebut. Ada pula orang-orang dari luar desa yang membuka ladang sawit dan karet di atas lahan bekas tebangan hutan. Mereka mengapling begitu saja lahan-lahan itu untuk kemudian ditanami kelapa sawit.

Sujianto Basir (46), Kepala Dusun Sungai Gelam, Desa Sungai Gelam, mengungkapkan, orang yang menanam lahan sawit di bekas lahan hutan ini adalah para tauke. Ada yang menjadikannya sebagai lahan sawit dan merawatnya, ada pula yang hanya menanaminya untuk dijual. Harganya cuma Rp 40 juta untuk 2 hektar lahan sawit meski tanpa sertifikat karena status lahannya tak jelas.

Menurut Suryanto, para penanam sawit cuma perlu izin dari warga setempat dan kepala desa, lalu mereka bisa mematok dan menanam. Tak sedikit dari mereka adalah aparat pemerintah. ”Mereka menanam begitu saja. Ada yang menanam sendiri, ada yang mempekerjakan orang lain,” kata Suryanto sambil menyebutkan luas hutan itu sejak enam tahun terakhir tinggal sepertiganya.

Pembabatan inilah yang merusak sarang harimau sumatera yang konon berada di Pal 18 hingga Pal 25 hutan Desa Muara Medak dan Muara Merang.

Pemimpin spiritual India, Mahatma Gandhi, pernah berucap, Bumi menyediakan cukup kebutuhan seluruh umat manusia, tetapi bukan untuk kerakusan. Barangkali, serangan harimau itu merupakan balasan setimpal atas kerakusan tersebut.

Sumber : KOMPAS